Sabtu, 08 Mei 2010

Tahapan Pada Serat-Serat Tekstile

1.1.1 Penghilangan kanji (Desizing)
Proses penghilangan kanji dilakukan pada kain tenun, yang bertujuan menghilangkan kanji yang terdapat pada benang lusi, karena pada saat proses petenunan benag lusi banyk mengalami gesekan, agar tidak putus maka benang lusi diberi kanji sehingga menjadi kuat. Kanji tersebut akan menghalangi proses pencelupan jika tidak dihilangkan, karena kanji yang terdapat pada kain akan menghalangi zat warna masuk kedalam serat dan hasil pencelupannya akan belang dan tampak tidak rata. Prinsipnya adalah mengubah kanji yang tidak larut dalam air menjadi glukosa yang larut dalam air dengan menambahkan zat penghilang kanji.
Ada tiga jenis kanji yang dapat digunakan dalam pemberian kanji sewaktu proses penganjian dalam pertenunan :
1. Kanji alam (Strach)
Didapatkan dari alam, seperti kanji yang terbuat dari jagung, tepung dan lain-lain atau dengan istlah lain adalah natural strach (jagung), modified strach (tepung tapioka).
2. Kanji Hewan (Gelatin)
Proses penghilangan untuk kanji hewan dilakukan dengan cara perendaman enzim, asam, basa atau alkali dan oksidator.
3. Kanji Sintetik
Kanji sintetik adalah kanji yang di buat oleh manusia (kanji buatan) seperti kanji acrylic, PVA dan lain-lain.

Menurut sifatnya masing-masing, ketiga kanji tersebut mempunyai sifat yang berbeda. Adapun sifat dari kanji alam yaitu : mudah didapat, harganya murah tetapi sangat sulit dihilangkan pada proses desizing (penghilangan kanji). Sedangkan kanji buatan mudah dihilangkan tetapi harganya sangat mahal. Oleh karena itu para ahli tekstil mencari alternatif lain supaya ada kanji yang murah dan tidak sulit saat dihilangkan. Maka pada saat itu ditemukan alternatif yang memang memudahkan pada saat proses desizing dan harganya tidah mahal, yaitu dengan mencampurkan dua bahan kanji tersebut sehingga disebut dengan kanji campuran (kanji semi sintetik).
Cara identifikasi kanji :
• Tes dengan Iodida dengan menentukan kanji
• Tes untu kanji yang larut, diukur dengan mencuci dalam air kemudian dihitung pengurangn beratnya.



1.1.2 Pemasakan (Scouring)
Suatu proses penyempurnaan tekstil berupa penghilangan kotoran bawaan yang terdapat didalam serat (impurities) seperti lilin, lemak dan minyak juga kotoran luar seperti debu, oli. Zat-zat ini merupakan kotoran dari serat yang akan menghalangi penyerapan obat pada proses berikutnya. Prinsipnya pada serat alam dilakukan dengan menggunakan alkali yang mengubah zat-zat pada serat menjadi mudah larut, sedangkan pada serat buatan dengan zat aktif permukaan yang bersifat mencuci dan detergent yang akan mengemulsi kotoran yang menempel pada permukaanya. Proses ini dilakukan setelah desizing sebelum bleaching tetapi dapat juga di simultan dengan desizing dan bleaching.

1.1.3 Relaksasi (Relaxing)
Proses Relaxing bertujuan untuk memberi kesempatan pada kain untuk mengendor sehingga puntiran kain cenderung terbuka dan memberi efek tegangan lembut, lemas dan bergelombang. Prinsipnya adalah merubah struktur amorf menjadi kristalin dan biasanya dilakukan secara simultan dengan proses scouring untuk menghemat waktu sehingga dapat menghemat biaya pula.

1.1.4 Pemantapan panas (Heat Setting)
Proses pemantapan panas bertujuan untuk menstabilkan dmensi kain. Hal ini dikarenakan kain sintetik mempunyai sifat termoplastis. Prinsipnya memanaskan kain sintetik dengan suhu mendekati titik leleh selama wakti tertentu dengan diberi tegangan atau bentuk. Setelah dimantapkan kain ayau bahan tekstil harus segera didinginkan supaya dimensinya tidak berubah kembali.

1.1.5 Pengurangan Berat Bahan (Weight Reduce)
Proses pengurangan berat (Weight Reduce) bertujuan untuk mengurangu berat kain. Pada umumnya serat plyester memiliki serat yang lebih keras di bandingkan dengan serat alam sehingga jika dipegang akan terasa kasar, hal ini disebabkan karena pada permukaan serat polyester terdapat bagian yang berbentuk kristal (keras). Agar serat menjadi lembut, permukaan permukaan keras tersebut harus dikikis, dan proses pengkikisan ini disebut Weight Reduce.

3.1.2 Pencelupan (Dyeing)
Pencelupan adalah proses pemberian earna secara merata dan bersifat permanen dengan menggunakan medium utama air.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air, kemudian memasukan bahan tekstil bahan tekstil ke dlam larutan tersebut, sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat.
Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:
 Azo (NN) : 55%
 Diazo (NN-NN) : 10%
 Antrakwinon : 20%
 Lain – lain : 15%
Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Daya pewarnaan yang tinggi
b) Pemakaian ekonomis
c) Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d) Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e) Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakwinon.
Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua. Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik.
Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat sebagai berikut:
a) Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b) Relatif lebih mahal.
c) Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d) Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e) Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f) Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g) Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi

Sifat – sifat fisika zat warna dispersi
•Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwikutub) dan juga membentik ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atu gugus asentil dari serat poliester, seperti pada reaksi dibawah ini:
Reaksi terbentuknya ikatan hidrogen dengan serat poliester
Reaksi terbentuknya ikatan dwikutub dengan serat poliester
Adanya gugus aromatik OH dan alifatik AH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.

•Sensitivitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di pengaruhui oleh:
a) Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b) Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d) Distribusi partikel ukuran zat warna

3.1.3 Pencapan (Printing)
3.1.3.1 Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi pertama dibuat pada tahun 1923 oleh Baddley dan Shepherdson dari British Dyestuffe sebagai zat warna Dispersol. Dan Ellis dari British Cabanase menemukan zat warna S.R.A (Sulpho Ricinolei Acid).
Zat warna ini mulai ditemukan untuk mencap serat selulosa asetat yang bersifat hidrofob dan mampu menyerap zat organik yang tidak larut dalam air, dengan membuatnya dalam bentuk suspensi.
Penemuan zat dispersi ini menjadi sangat penting dengan ditemukannya serat sintetik lainnya yang sifatnya lebih hidrofobik daripada serat selulosa asetat, seperti serat Poliamida, Poliester dan Poliakrilat. Terutama untuk serat poliester yang kebanyakan hanya dapat dicap dengan zar warna dispersi.

3.1.3.2 Definisi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan zat pendispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil.
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata, yang disebut zat pendispersi.
Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat pembantu. Zat warna dispersi mula-mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk.

Sifat-sifat umum zat warna dispersi
a. Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul.
b. Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2 mikron
c. Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH
d. Selama proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan kimia

Sifat – sifat kimia zat warna dispersi
Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik sehingga tidak dapat dicap berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik). Serat ini hanya dapat dicap dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air.
Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga bersifat hidrofobik.

3.1.3.3 Klasifikasi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya, secara umum di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
a) Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida, serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester yang di bantu dengan zat pembantu pada temperatur 1000C
b) Golongan Kedua (B)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat cap yang baik sehingga sangat baik untuk pencapan polyester dengan zat pembantu pada temperatur tinggi, kecuali untuk mewarnai warna – warna muda, dengan temperatur yang lebih rendah.
c) Golongan Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat sublimasi yang baik. Sifat cap dan sublimasi yang baik biasa di gunakan untuk pencapan dengan zat pembantu.
d) Golongan Keempat (D)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat sublimasi tinggi. Mempunyai sifat cap yang kurang baik atau sifat sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencapan dengan zat pembantu. Tetapi sangat cocok untuk pencapan temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi memegang peranan penting, terhadap sifat pencapan.
Klasifikasi zat warna dispersi terutama berdasarkan sifat pencapannya dengan metode pencapan cara fixasi, pencucian dan ketahanannya terhadap panas. Secara umum dapat dikatakan ada korelasi yang kuat antara persyaratan pencapan dengan beberapa aspek fixasi dengan bantuan dari beberapan zat pembantu atau auxilliries.
Identifikasi golongan zat warna dispersi
Identifikasi ini ditujukan untuk menentukan golongan zat warna dispersi yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) 3-5 gram kaprolaktam diletakan dalam tabung reaksi 50 ml diatas nyala api bunsen yang kecil.
b) 100-300 mg contoh uji polyester di larutkan didalam masa kaprolaktam yang meleleh sambil di aduk dengan pengaduk kaca. Kemudian tabung reaksi dijauhkan dari api
c) Ditambah 3 ml etanol untuk mencegah supaya kaprolaktam tidak menjadi padat.
d) Campuran tersebut didinginkan dibawah suhu 350C, kemudian diencerkan dengan 15 ml eter dan disaring.
e) Apabila lapisan eter terwarnai, maka dilakukan dua kali ekstraksi dengan 20-30 ml air untuk memisahkan kaprolaktam, dengan menambahkan 2-3 gram natrium sulfat untuk mencegah terjadinya emulsi.
f) Lapisan eter dipisahkan kedalam tabung reaksi 35 ml dan ditambah 10 ml air bersama-sama dengan beberapa tetes larutan zat pendispersi 10%, misalnya marasperse N.
g) Eter diuapkan dengan jalan mendidihkan larutan diatas penangas air.
h) Ditambahkan 100 mg kain asetat putih kedalam dispersi zat warna dalam air tersebut, kemudian dibiarkan 10 menit diatas penangas air.
i) Pewarnaan pada kain asetat dalam warna yang sama dengan warna asli contoh polyester, menunjukkan adanya zat warna dispersi.
j) Jika warna yang terjadi warna muda, maka menunjukkan adanya zat warna bejana atau zat warna yang dibangkitkan.
k) Kain asetat diambil, kemudian dispersi zat warna yang panas dicampur dengan 3 ml natrium hidroksida IN dan beberapa miligram natrium hidrosulfit sambil diaduk-aduk.
l) Apabila warnanya hilang atau berubah dan warna asli tidak timbul lagi pada saat dikocok-kocok dengan udara, maka dalam hal ini kain poliester diwarnai dengan zat warna yang dibangkitkan.
m) Zat warna bejana akan teroksidasi kewarna semula pada waktu pengocokan dengan udara. Apabila polyester telah dicap dengan cara polimer (dope-dyed) dengan zat warna pigmen atau dengan zat warna basa, maka ekstraksi lelehan kaprolaktam dalam eter hampir-hampir tidak berwarna dan endapan polyester pada saringan berwarna dengan jelas.
n) Contoh uji polyester berwarna didihkan dalam asam asetat glasial selama satu menit dan larutan tersebut diuapkan diatas penangas air atau penangas uap dan sisanya dilarutkan dalam 5 ml air.
o) Sepotong kain kapas yang telah dibeitsa dengan tanin atau sepotong kain polyakrilat, dimasukan kedalam larutan ektraksi tersebut dan didihkan selama satu menit.
p) Adanya zat warna basa akan mewarnai kain kapas yang dibeitsa tanin atau kain polyakrilat tersebut.
q) Adanya zat warna pigmen dapat ditentukan dari hasil ekstrasi dengan asam asetat glasial yang tidak berwarna atau sisa penguapannya yang tidak larut dalam air. Apabila penampang lintang dari serat yang dicelup dengan cara pencelupan larutan polymer diperiksa dengan mikroskop akan menunjukkan adanya pigmen yang tersebar merata.

3.1.3.4 Pencapan Serat Poliester dengan Zat Warna Dispersi.
•Mekanisme pencapan
Pencapan serat poliester dengan zat warna dispersi merupakan peristiwa distribusi zat padat kedalam dua zat pelarut yang tidak dapat dicampur. Dalam hal ini zat warna dispersi merupakan zat padat yang larut dalam medium serat. Adsorpsi zat warna. Mekanisme pencapannya adalah sebagai berikut : zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam printing pasta masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut hanya ada dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh serat. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan gudang atau timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut untuk mempertahankan kesetimbangan.
Untuk zat warna yang kurang sekali terdispersi pada waktu pencapan rata – rata pada termperatur 850C akan lebih besar. Kerja zat warna lebih tertarik pada fasa pasta sehingga pencapan mudah merata walaupun penyerapan kedalam serat berkurang. Serat poliester mempunyai kristalisasi yang tinggi, bersifat hidrofob dan tidak mengandung gugusan-gugusan yang aktif sehingga sukar sekali ditembus oleh molekul. Molekul yang berukuran besar sukar ataupun tidak bereaksi dengan zat warna anion atau kation.
Dalam praktek serat polyester pada umumnya dicap dengan zat warna dispersi dan dengan bantuan pengental atau thickening sehingga membentuk printing pasta, penyerapan zat warna dispersi pada kesetimbangan adalah baik tetapi pada difusi kedalam serat sangat lambat. Beberapa zat warna dispersi mempunyai kecepatan difusi yang cukup besar sehingga memungkinkan pencapan akan mudah atau sedang dalam waktu pencapan yang tidak terlalu lama.
Fungsi Zat-Zat Pembantu
Faktor lain yang tidak dapat diabaikan perannya dalam pencapan adalah zat pembantu. Sebab zat bantu inilah yang akan menutupi kekurangan atau sifat-sifat yang kurang menguntungkan dalam suatu pencapan.
Adapun zat-zat bantu yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut :
• Thickener (pengental)
Thickener adalah zat pembantu yang dapat menghantarkan zat warna pada kain. Sifat thickener (pengental) ini hanyalah sebagai zat pembantu sehingga ketika zat warna telah terhantarkan kedalam kain, zat pambantu thickener ini akan dibuang.
Thickener yang terdapat di alam hanya 2, yaitu
a. Yang berasal dari tumbuhan.
Nama lain dari thickener yang terbuat atau berasal dari tumbuhan ini adalah tamarin. Sifat dari thickener thamarin ini adalah sebagai berikut:
- penetrasi bagus
- memiliki kerataan pada serat kain yang bagus
- proses pencucian dengan kostik
- menghasilkan warna-warna tua
- hasil setelah cuci bagus
b. Yang berasal dari rumput laut
Nama lain dari thickener yang terbuat atau berasal dai rumput laut ini adalah alginat. Sifat dari thickener alginat ini adalah sebagai berikut :
- dapat memberikan hasil print yang bagus pada motif yang di beri gliter
- dapat memberikan hasil print yang bagus pada motif yang di beri foil
- mudah dicuci
- proses pencucian hanya menggunakan air hangat.
c. thickener pembantu
bentuk thickener ini biasanya berupa CMC, yaitu (carboksil metil celulose). Tapi sekarang CMC sudah jarang digunakan, bahkan tidak pernah digunakan karena sekarang telah ada thickener yang telah sekaligus megandung CMC (carboksil metil celulose), yaitu CMS (carboksil metil stat).

• Zat pendispersi
Zat pendispersi termasuk jenis surface aktive agent yang terdiri dari senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi dengan gugus-gugus ion dan non ion tersusun bergantian sepanjang rantai molekulnya.
Penambahan zat pendispersi kedalam larutan dapat meningkatkan kelarutan zat warna sampai mencapai titik optimum, dimana diatas kelarutan zat warna terlalu tinggi sehingga zat warna yang telah diserap mudah terlepas kembali.

•Natrium Alginat
Pengentalan natrium alginat sangat praktis dan relatif mudah dalam pemakainnya, serta mudah dilarutkan. Sehingga pasta pengental mudah disiapkan. Lapisan pengental mudah dicuci setelah proses pencapan atau pencelupan, walaupun pengerjaan fixasi dengan suhu tinggi. Persediaan larutan dapat disimpan selama 2-3 hari dan untuk melindunginya dari serangan senyawa organik dapat ditambahkan formaldehida.

•Asam
Digunakan sebagai pemberi suasana asam pada printing pasta atau pada thickening. Pencapan poliester dengan zat warna dispersi dapat berjalan dengan baik apabila ditambahkan asam hingga pH ±5. pH printing pasta ini sangat berpengaruh terhadap kestabilan zat warna dispersi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar